Cerita Rakyat Indonesia #102: Reog Ponorogo

Siapa tak mengenal Reog Ponorogo?

Reog merupakan satu kesenian budaya yang dimiliki Indonesia yang berasal dari Jawa Timur bagian Barat Laut – lebih tepatnya Kota Ponorogo. Gerbang dari kota yang dianggap sebagai kota asal Reog ini saja dihiasi dua karakter yang selalu ikut tampil dalam pentas Reog, yaitu Warok dan Gemblak. Kesenian tradisional ini masih kental dengan mistik dan ilmu kebatinan.

Setidaknya ada lima versi paling populer di masyarakat mengenai asal-usul Reog. Namun, dari lima versi tersebut, menurut Wikipedia yang paling terkenal adalah cerita rakyat yang mengisahkan ketidakpuasan Ki Ageng Kutu (abdi Kerajaan Majapahit) terhadap Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir (berkuasa sekira abad-15). Ki Ageng Kutu melihat bahwa Bhre Kertabhumi telah menjalankan pemerintahan korup akibat pengaruh kuat istri Bhre Kertabhumi yang berasal dari negeri Tiongkok. Ki Ageng Kutu yang tidak puas atas roda pemerintahan Bhre Kertabhumi pergi meninggalkan sang raja. Ia mendirikan perguruan bela diri dan menurunkan ilmu kanuragannya kepada murid-muridnya untuk menggulingkan kekuasaan Bhre Kertabhumi. Harapannya, setelah Bhre Kertabhumi lengser keprabon, ia akan membawa membangkitkan kembali Majapahit menuju masa keemasannya.

Namun, pada perkembangannya, Ki Ageng Kutu menyadari apa yang telah dilakukannya tidak cukup kuat. Ia mengubah strategi, dengan menciptakan pertunjukan seni Reog untuk menyampaikan pesan politisnya dan untuk menyindir pemerintahan Bhre Kertabhumi. Dan dengan cepat Reog menjadi populer.

Yeah, itulah cerita rakyat paling populer tentang Reog Ponorogo. Lalu, bagaimana versi lain tentang Reog Ponorogo? Silakan dibaca di bawah ini…

Cerita Rakyat Reog Ponorogo


Raja Kediri Cari Menantu

Alkisah, Raja Kerajaan Daha Kediri cari menantu untuk putrinya yang paling cantik, yaitu Dewi Sanggalangit, yang kecantikannya sudah terkenal ke seantero jagat. Kabar ini pun terdengar sampai ke telinga Prabu Klana Sewandana yang berkuasa atas Kerajaan Bantarangin, konon, terletak di timur Gunung Lawu sebelah barat Gunung Wilis, daerah Ponorogo saat ini. Sang Prabu terkenal berwajah tampan serta sakti ini segera memerintahkan Pujangganong, Patih kepercayaannya. Maka, pergilah Pujangganong ke Kerajaan Kediri.

Di hadapan Kerajaan Kediri, Pujangganong menyampaikan maksud kedatangannya. "Hamba utusan Prabu Klana Sewandana, Raja Kerajaan Bantarangin, yang dengan ini bermaksud meminang Dewi Sanggalangit," tukas Pujangganong kepada Raja Kediri.

"Perkara pernikahan putriku Sanggalangit, tidak berhak ditentukan atas titahku. Aku hanya merestui apa yang menjadi keinginannya. Silakan, kau tanyakan sendiri padanya langsung. Pengawal, suruh kemari Sanggalangit!"

Dewi Sanggalangit pun datang. Ia tampak sedikit terkejut dengan kedatangan Pujangganong. Menurut tebakannya, Pujangganong hendak melamarnya sebagai buah promosi ayahnya mencari pendamping. Tanpa ditanya ulang, Dewi Sanggalangit mengajukan tiga syarat. Pertama, calon pengantin pria diharuskan berjalan melalui terowongan bawah tanah. Kedua, calon pengantin pria diharuskan menyuguhkan kesenian yang belum pernah dipentaskan di mana-mana. Ketiga, calon pengantin pria diharuskan membawa hewan berkepala dua, apapun itu.

Tanpa komplain soal syarat yang diajukan, Pujangganong langsung menyanggupi ketiga syarat yang diajukan Dewi Sanggalangit. Ia pun pulang ke Kerajaan Bantarangin untuk melapor kepada Prabu Klana Sewandana. Setelah menerima laporan dari patihnya, Sang Prabu pun tidak juga komplain. Ia langsung menyetujui syarat itu. Dan ia melakukan persiapan-persiapan untuk melamar Dewi Sanggalangit.

Singobarong Tidak Ingin Ketinggalan Melamar Dewi Sanggalangit

Kecantikan Dewi Sanggalangit sudah terkenal ke seantero Nusantara. Ketika Raja Kediri mengumumkan mencari menantu untuk putrinya, bukan hanya Prabu Klana Sewandana saja yang hendak melamar.

Dikisahkan bahwa Raja Kerajaan Lodaya bernama Singobarong juga memiliki niat yang sama. Tapi, ia telat, karena Dewi Sanggalangit sudah keburu hendak dilamar Prabu Klana Sewandana. Untuk itu, sewaktu hari lamaran tiba, Singobarong mencoba menggagalkannya. 

Bersama pasukannya, Singobarong mencegat rombongan Prabu Klana Sewandana di jalan. Terjadilah pertempuran sengit. Berbekal ilmu kanuragan mengubah bentuk, Singobarong mengubah dirinya menjadi seekor harimau. Raungan dan terkaman dari harimau jadi-jadian itu sangatlah mengerikan. Namun, kemenangan tidaklah ditentukan dari seberapa kuat kesaktian yang dimiliki oleh petarung, strategi serta taktik juga diperlukan. Prabu Klana tidak cuma pandai bersilat. Namun, juga pandai bertaktik.

Sang Prabu rupa-rupanya mengetahui kelemahan Singobarong saat menjadi harimau adalah kutu-kutu di kepalanya. Dikeluarkanlah, seekor burung merak kesayangan miliknya untuk memakan kutu-kutu di kepalanya. Akibatnya, Singobarong tidak bisa berkonsentrasi saat bertarung, dan malah menikmati patokan-patokan si burung merak di kepalanya. Sang Prabu tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Ia mengeluarkan Pecut Samandiman - pecut sakti warisan gurunya - ke arah Singobarang.

"Makanlah pecutku ini, Singobarong. Jadilah kau binatang berkepala dua!" serang Prabu Klana Sewandana seraya memekik.

Seketika, Singobarong melemas. Seluruh kekuatan serta kesaktiannya raib. Ia pun tidak mampu kembali ke wujud manusia. Burung merak yang ada di kepalanya pun tidak bisa terlepas. Dan malah menjadi peliharaan Prabu Klana Sewandana.

Rombongan Prabu Klana Sewandana meneruskan perjalanan menuju Kerajaan Kediri.

Pagelaran Binatang Berkepala Dua, yang Disebut Reog

Sesampainya di Kerajaan Kediri, Prabu Klana Sewandana berserta rombongan segera menggelar pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya, yaitu pertunjukan hewan berkepala dua yang kemudian disebut Reog.

Seselesainya pertunjukan Prabu Klana Sewandana segera menghadap Sang Raja.

"Baginda Raja, hamba telah melakukan semua syarat yang diminta Dewi Sanggalangit, yang  Karena itu, bolehkah hamba meneruskan permintaan Patih Pujangganong

"Oh, mengenai perkara itu, saya menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada putriku saja. Karena, ia yang kelak menjalaninya," sahut Dewi Sanggalangit.

Dewi Sanggalangit yang mendapat operan tersebut bingung. "Maaf, Tuan, sebenarnya siapa gerangan yang hendak melamar hamba, Tuan ataukah Pujangganong?"

"Saya-lah yang melamar anda. Beberapa waktu lalu saya telah mengutus Pujangganong untuk melamarkan anda untuk saya," jawab Prabu Klana Sewandana. Mendengar hal tersebut, pipi Dewi Sanggalangit bersemu kemerah-merahan.

Dan begitulah, Prabu Klana Sewandana dan Dewi Sanggalangit akhirnya menikah. Setelah pernikahan, Sang Prabu kemudian memboyong Dewi Sanggalangit ke Kerajaan Bantarangin. Di kerajaan ini, kesenian Reog makin kerap dipentaskan. Setelah Kerajaan Bantarangin berubah menjadi daerah bernama Ponorogo, Reog dikenal dengan sebutan Reog Ponorogo dan terkenal sampai ke seluruh penjuru dunia.

***

Mau membaca kumpulan cerita rakyat Indonesia lainnya? Pilih di bagian sidebar ya...
0 Komentar untuk "Cerita Rakyat Indonesia #102: Reog Ponorogo"

Back To Top