Di masa lalu, pada suatu kerajaan di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja bernama Dayang Sumbi dan putra semata wayangnya, Sangkuriang. Bocah kecil yang senang sekali berburu di dalam hutan. Saat berburu Sangkuriang selalu ditemani oleh seekor anjing bernama Tumang yang setia. Sebetulnya, Tumang itu titisan dewa dan ayah kandung Sangkuriang. Namun, Dayang Sumbi ibunya merahasiakannya dari Sangkuriang.
Suatu ketika, ditemani Tumang, Sangkuriang memburu seekor burung di hutan. Dengan sangat hati-hati dan jeli, Sangkuriang membidiknya. Dan bidikannya pun mengenai burung tersebut. Sangkuriang kemudian memerintahkan Tumang untuk mengambil burung tersebut. Tapi, Tumang menolaknya. Sangkuriang menjadi kesal atas ulah Tumang. Maka, ditendangnya anjing itu keras-keras. Diperlakukan seperti itu oleh tuannya, Tumang pergi jauh ke dalam hutan dan tak pernah kembali lagi.
Sangkuriang yang masih kesal pulang ke rumah. Di rumah, dia menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Namun, bukannya iba dengan apa yang dialami putra semata wayangnya, Dayang Sumbi malah murka. Kemudian, saking marahnya, Dayang Sumbi melempar centong nasi. Sangkuriang yang sedang marah pun pergi dari rumah untuk selama-lamanya. Ketika amarahnya mereda, Dayang Sumbi menyesal atas apa yang telah dikatakannya pada Sangkuriang. Tapi, semua sudah terlanjur.
Dayang Sumbi pun berdoa kepada para dewata agar bisa dipertemukan kembali dengan putranya. Doanya didengar para dewata penghuni kahyangan. Dayang Sumbi diberi kemudaan dan kecantikan abadi, bahkan lebih cantik dari sebelumnya.
Bertahun-tahun kemudian, Sangkuriang yang telah melanglang buana ke seluruh penjuru bumi memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, Sangkuriang terkejut karena semuanya sudah berubah. Dia tambah terkejut saat di jalan bertemu seorang wanita yang tak lain tak bukan adalah Dayang Sumbi. Melihat kecantikan Dayang Sumbi, Sangkuriang melamarnya. Dayang Sumbi pun menerima lamaran Sangkuriang. Keduanya bersepakat menikah dalam waktu dekat.
Kegemaran Sangkuriang berburu belum juga hilang. Karena, Sangkuriang hendak berburu di dalam hutan sesaat sebelum menikah. Kemudian Sangkuriang meminta kepada kekasihnya Dayang Sumbi untuk mengencangkan ikat kepalanya. Begitu Dayang Sumbi melihat kepala Sangkuriang, dirinya tersentak melihat luka di kepala Sangkuriang. Setelah bertanya kepada Sangkuriang mengenai penyebab luka di kepala itu, Dayang Sumbi tambah terkejut. Ternyata benar, calon suaminya adalah putra semata wayangnya yang pergi dulu.
Dayang Sumbi menjadi bingung. Sepulangnya, Sangkuriang dari berburu, Dayang Sumbi mencoba menjelaskan masalah ini. Namun, hal itu hanya dianggap angin lalu oleh Sangkuriang. Dayang Sumbi pun berpikir bagaimana caranya supaya pernikahan mereka gagal.
Selama berhari-hari, Dayang Sumbi berpikir, akhirnya menemukan juga caranya. Dia pun menemui Sangkuriang.
"Wahai calon suamiku, Sangkuriang, apakah kamu tetap ingin menikahi aku?"
"Tentu saja, Dayang Sumbi, calon istriku yang cantik."
"Kalau begitu, aku hendak mengajukan dua syarat jika kamu tetap ingin menikahiku."
"Apa syarat dari kamu?"
Dayang Sumbi meminta Sangkuriang untuk membendung sungai Citarum dan membuatkan perahu untuk menyeberanginya. Kedua syarat ini harus jadi sebelum fajar menyingsing. Sangkuriang menyanggupi hal itu. Kemudian, Sangkuriang segera bekerja dibantu oleh teman-temannya dari bangsa lelembut dan jin. Sangkuriang dan teman-temannya bekerja sangat cepat. Dua syarat dari Dayang Sumbi hampir jadi tidak lama lagi.
Dayang Sumbi yang melihatnya menjadi cemas. Namun, dia tidak kehilangan akal. Dia meminta bantuan masyarakat sekitar agar menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur dan membangunkan ayam-ayam jago supaya berkokok. Supaya suasana malam berubah menjadi suasana fajar.
Ketika ayam-ayam jago mulai berkokok, Sangkuriang melihat ke sebelah timur. Awan-awan mulai terlihat kemerah-merahan, tanda fajar telah menyingsing. Sangkuriang pun menghentikan pekerjaannya karena merasa telah gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi.
Sangkuriang yang kesal kemudian merusak bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Desa pun tenggelam karena air bendungan. Lalu, Sangkuriang pun menendang perahu buatannya sendiri hingga perahu itu terbalik. Perahu itu kemudian menjadi sebuah gunung bernama Tangkuban Perahu. [CJ]
Pesan cerita: apabila kita berucap janji, maka kita menepatinya. Karena janji akan ditagih oleh orang yang dijanjikan.
Suatu ketika, ditemani Tumang, Sangkuriang memburu seekor burung di hutan. Dengan sangat hati-hati dan jeli, Sangkuriang membidiknya. Dan bidikannya pun mengenai burung tersebut. Sangkuriang kemudian memerintahkan Tumang untuk mengambil burung tersebut. Tapi, Tumang menolaknya. Sangkuriang menjadi kesal atas ulah Tumang. Maka, ditendangnya anjing itu keras-keras. Diperlakukan seperti itu oleh tuannya, Tumang pergi jauh ke dalam hutan dan tak pernah kembali lagi.
Sangkuriang yang masih kesal pulang ke rumah. Di rumah, dia menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Namun, bukannya iba dengan apa yang dialami putra semata wayangnya, Dayang Sumbi malah murka. Kemudian, saking marahnya, Dayang Sumbi melempar centong nasi. Sangkuriang yang sedang marah pun pergi dari rumah untuk selama-lamanya. Ketika amarahnya mereda, Dayang Sumbi menyesal atas apa yang telah dikatakannya pada Sangkuriang. Tapi, semua sudah terlanjur.
Dayang Sumbi pun berdoa kepada para dewata agar bisa dipertemukan kembali dengan putranya. Doanya didengar para dewata penghuni kahyangan. Dayang Sumbi diberi kemudaan dan kecantikan abadi, bahkan lebih cantik dari sebelumnya.
Bertahun-tahun kemudian, Sangkuriang yang telah melanglang buana ke seluruh penjuru bumi memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, Sangkuriang terkejut karena semuanya sudah berubah. Dia tambah terkejut saat di jalan bertemu seorang wanita yang tak lain tak bukan adalah Dayang Sumbi. Melihat kecantikan Dayang Sumbi, Sangkuriang melamarnya. Dayang Sumbi pun menerima lamaran Sangkuriang. Keduanya bersepakat menikah dalam waktu dekat.
Kegemaran Sangkuriang berburu belum juga hilang. Karena, Sangkuriang hendak berburu di dalam hutan sesaat sebelum menikah. Kemudian Sangkuriang meminta kepada kekasihnya Dayang Sumbi untuk mengencangkan ikat kepalanya. Begitu Dayang Sumbi melihat kepala Sangkuriang, dirinya tersentak melihat luka di kepala Sangkuriang. Setelah bertanya kepada Sangkuriang mengenai penyebab luka di kepala itu, Dayang Sumbi tambah terkejut. Ternyata benar, calon suaminya adalah putra semata wayangnya yang pergi dulu.
Dayang Sumbi menjadi bingung. Sepulangnya, Sangkuriang dari berburu, Dayang Sumbi mencoba menjelaskan masalah ini. Namun, hal itu hanya dianggap angin lalu oleh Sangkuriang. Dayang Sumbi pun berpikir bagaimana caranya supaya pernikahan mereka gagal.
Selama berhari-hari, Dayang Sumbi berpikir, akhirnya menemukan juga caranya. Dia pun menemui Sangkuriang.
"Wahai calon suamiku, Sangkuriang, apakah kamu tetap ingin menikahi aku?"
"Tentu saja, Dayang Sumbi, calon istriku yang cantik."
"Kalau begitu, aku hendak mengajukan dua syarat jika kamu tetap ingin menikahiku."
"Apa syarat dari kamu?"
Dayang Sumbi meminta Sangkuriang untuk membendung sungai Citarum dan membuatkan perahu untuk menyeberanginya. Kedua syarat ini harus jadi sebelum fajar menyingsing. Sangkuriang menyanggupi hal itu. Kemudian, Sangkuriang segera bekerja dibantu oleh teman-temannya dari bangsa lelembut dan jin. Sangkuriang dan teman-temannya bekerja sangat cepat. Dua syarat dari Dayang Sumbi hampir jadi tidak lama lagi.
Dayang Sumbi yang melihatnya menjadi cemas. Namun, dia tidak kehilangan akal. Dia meminta bantuan masyarakat sekitar agar menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur dan membangunkan ayam-ayam jago supaya berkokok. Supaya suasana malam berubah menjadi suasana fajar.
Ketika ayam-ayam jago mulai berkokok, Sangkuriang melihat ke sebelah timur. Awan-awan mulai terlihat kemerah-merahan, tanda fajar telah menyingsing. Sangkuriang pun menghentikan pekerjaannya karena merasa telah gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi.
Sangkuriang yang kesal kemudian merusak bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Desa pun tenggelam karena air bendungan. Lalu, Sangkuriang pun menendang perahu buatannya sendiri hingga perahu itu terbalik. Perahu itu kemudian menjadi sebuah gunung bernama Tangkuban Perahu. [CJ]
2 Komentar untuk "Cerita Rakyat Indonesia #3 - Sangkuriang; Legenda Gunung Tangkuban Perahu"
Nice blog,Memuat cerita dari seantero Indonesia,komplit dech,Terus berkarya kawan and tetap sengat,,,,,,,,,
@Dede >> Terima kasih atas support yang diberikan :)