Di suatu kaki gunung Bengkulu, seorang ibu yang mempunyai tiga anak sedang sakit keras. Tabib memprediksi bahwa ibu itu takkan sembuh. Kecuali, diberi obat khusus. Yaitu: dedaunan hutan yang dimasak dengan bara gaib dari puncak gunung.
Masalahnya, bara gaib itu dijaga oleh seekor ular gaib. Ular itu bernama Ular n’Daung. Sudah menjadi kasak-kusuk penduduk desa itu kalau ular n’Daung akan memangsa siapa pun yang mencoba mendekati puncak gunung. Di antara tiga anak ibu itu, hanya si bungsu yang memenuhi syarat.
Demi ibunya, walaupun perasaan takut, si bungsu mendaki gunung, tempat ular n’Daung bersemayam. Benar kata orang-orang, tempat ular n’Daung sangat menyeramkan. Belum habis rasa takut si Bungsu, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan raungan keras. Tanah bergetar. Ini pertanda kalau ular n’Daung akan pulang ke sarangnya.
Ketika berjalan, mata si ular menyorot tajam. Lidahnya menjulur-julur. Si bungsu cepat-cepat mendekati ular n’Daung walau hatinya kecut, takut si ular menjadi marah. “Ular yang keramat, berilah saya sebutir bara gaib guna memasak obat untuk ibuku yang sakit,” tutur si bungsu.
Ular n’Daung melihat si bungsu dengan curiga. Namun, tanpa diduga, ular n’Daung malah menjawab dengan ramah. “Bolehlah. Bara itu akan kuberikan cuma-cuma dengan satu syarat.”
“Apa itu?”
“Syaratnya, kamu bersedia menjadi istriku!”
Si Bungsu menduga bahwa syarat yang diajukan ular n’Daung hanya untuk mengujinya. Dia menyanggupinya. Keesokan harinya, selepas membawa bara api pulang, si bungsu kembali ke sarang si ular.
Namun, si bungsu malah menemukan keganjilan. Saat malam, Ular n’Daung berubah menjadi seorang ksatria tampan bernama Pangeran Abdul Rahman Alamsjah.
“Lho, kok kamu berubah jadi pria tampan?” tanya si bungsu terkejut.
Pangeran Abdul Rahman Alamsjah menjelaskan apa yang terjadi. “Hal ini memang begini. Malam hari, aku berubah jadi manusia. Pagi hari, aku berubah jadi ular. Ini lantaran sihir pamanku. Yang ingin menyingkirkanku sebagai putra mahkota.”
***
Seperginya si bungsu, ibunya telah sehat. Bersama dua anaknya, ibu ini mau mengetahui apa yang terjadi dengan si bungsu. Berangkatlah ke puncak gunung. Mereka tiba di sana malam hari. Dan mereka mengintip dari semak-semak. Ternyata yang bersama si bungsu bukan ular, melainkan laki-laki tampan. Kedua kakaknya pun iri hati.
Mereka mengendap ke dalam gua dan mencuri kulit ular itu. Kemudian, membakarnya. Dikiranya, dengan demikian sang pangeran itu akan marah dan mengusir adiknya itu. Yang terjadi justru sebaliknya. Dengan dibakarnya kulit ular tersebut, secara tidak sengaja, mereka malah membebaskan pangeran itu dari sihir.
Saat menemukan kulit ular itu terbakar, sang pangeran malah gembira. Dia berlari, dan memeluk si Bungsu. Dia menceritakan bahwa sihir pamannya akan sirna, kalau kulit ular itu terbakar. Entah oleh siapapun.
Ular n’Daung yang berubah kembali menjadi Pangeran Alamsjah memboyong si bungsu ke istana. Dia mengusir pamannya yang jahat. Si bungsu pun kemudian mengajak ibu dan dua kakaknya tinggal di istana. Namun, dua kakaknya menolak. Mereka malu atas perasaan irinya. [the end]
Masalahnya, bara gaib itu dijaga oleh seekor ular gaib. Ular itu bernama Ular n’Daung. Sudah menjadi kasak-kusuk penduduk desa itu kalau ular n’Daung akan memangsa siapa pun yang mencoba mendekati puncak gunung. Di antara tiga anak ibu itu, hanya si bungsu yang memenuhi syarat.
Demi ibunya, walaupun perasaan takut, si bungsu mendaki gunung, tempat ular n’Daung bersemayam. Benar kata orang-orang, tempat ular n’Daung sangat menyeramkan. Belum habis rasa takut si Bungsu, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan raungan keras. Tanah bergetar. Ini pertanda kalau ular n’Daung akan pulang ke sarangnya.
Ketika berjalan, mata si ular menyorot tajam. Lidahnya menjulur-julur. Si bungsu cepat-cepat mendekati ular n’Daung walau hatinya kecut, takut si ular menjadi marah. “Ular yang keramat, berilah saya sebutir bara gaib guna memasak obat untuk ibuku yang sakit,” tutur si bungsu.
Ular n’Daung melihat si bungsu dengan curiga. Namun, tanpa diduga, ular n’Daung malah menjawab dengan ramah. “Bolehlah. Bara itu akan kuberikan cuma-cuma dengan satu syarat.”
“Apa itu?”
“Syaratnya, kamu bersedia menjadi istriku!”
Si Bungsu menduga bahwa syarat yang diajukan ular n’Daung hanya untuk mengujinya. Dia menyanggupinya. Keesokan harinya, selepas membawa bara api pulang, si bungsu kembali ke sarang si ular.
Namun, si bungsu malah menemukan keganjilan. Saat malam, Ular n’Daung berubah menjadi seorang ksatria tampan bernama Pangeran Abdul Rahman Alamsjah.
“Lho, kok kamu berubah jadi pria tampan?” tanya si bungsu terkejut.
Pangeran Abdul Rahman Alamsjah menjelaskan apa yang terjadi. “Hal ini memang begini. Malam hari, aku berubah jadi manusia. Pagi hari, aku berubah jadi ular. Ini lantaran sihir pamanku. Yang ingin menyingkirkanku sebagai putra mahkota.”
***
Seperginya si bungsu, ibunya telah sehat. Bersama dua anaknya, ibu ini mau mengetahui apa yang terjadi dengan si bungsu. Berangkatlah ke puncak gunung. Mereka tiba di sana malam hari. Dan mereka mengintip dari semak-semak. Ternyata yang bersama si bungsu bukan ular, melainkan laki-laki tampan. Kedua kakaknya pun iri hati.
Mereka mengendap ke dalam gua dan mencuri kulit ular itu. Kemudian, membakarnya. Dikiranya, dengan demikian sang pangeran itu akan marah dan mengusir adiknya itu. Yang terjadi justru sebaliknya. Dengan dibakarnya kulit ular tersebut, secara tidak sengaja, mereka malah membebaskan pangeran itu dari sihir.
Saat menemukan kulit ular itu terbakar, sang pangeran malah gembira. Dia berlari, dan memeluk si Bungsu. Dia menceritakan bahwa sihir pamannya akan sirna, kalau kulit ular itu terbakar. Entah oleh siapapun.
Ular n’Daung yang berubah kembali menjadi Pangeran Alamsjah memboyong si bungsu ke istana. Dia mengusir pamannya yang jahat. Si bungsu pun kemudian mengajak ibu dan dua kakaknya tinggal di istana. Namun, dua kakaknya menolak. Mereka malu atas perasaan irinya. [the end]
Tag :
Cerita Rakyat,
Sumatera Selatan
0 Komentar untuk "Cerita Rakyat Indonesia #20: Ular n'Daung Berubah Jadi Pangeran"