Di suatu waktu, penduduk Halmahera Utara heboh dengan air yang memancar dari sela-sela bebatuan. Hingga membentuk telaga. Kabar terbentuknya telaga itu pun menyebar ke mana-mana. Hal itu membuat penduduk heran. Bagaimana mungkin ada air di daerah sulit mencari air.
Sebuah upacara adat dihelat untuk mencari penyebab munculnya air telaga. Setelah upacara adat selesai dilakukan, diperolehlah jawaban. Telaga itu muncul karena patah hati yang meneteskan air mata. Dari air mata itu mengalir menjadi sumber mata air.
Para warga desa Lisawa pun menggelar pertemuan. Setelah semua warga berkumpul, tetua adat memulai dengan satu pertanyaan.
"Siapa di antara kalian tidak hadir, tapi tidak ada di rumah?"
Dua keluarga mengaku kehilangan anggota keluarganya. Namun, karena mereka tidak mau menyebutkan nama anggota keluarga yang hilang itu, maka mereka menyebutnya dengan panggilan umum orang Galela, yakni Majojaro (nona) dan Magohiduuru (mas).
Kisah pun dimulai...
Majojaro dan Magohiduuru sudah lama menjalin kasih. Orangtua Majojaro mengaku anaknya pergi dari rumah dua hari lalu. Sementara orangtua Magohiduuru mengatakan bahwa anaknya pergi merantau ke negeri orang sejak enam bulan berselang.
Kedua anak manusia, Majojaro dan Magohiduuru, berjanji untuk tetap setia apapun yang terjadi. Enam bulan pun berlalu sejak kepergian Magohiduuru ke negeri seberang. Majojaro memegang janji setia itu. Namun, sebuah berita akhirnya didapat oleh Majojaro bahwa kapal yang ditumpangi kekasihnya karam akibat badai.
Sedih hati Majojaro mendengar Magohiduuru meninggal. Dia pun duduk di bawah pohon beringin untuk menenangkan hatinya. Lama Majojaro menangis tanpa henti. Tanpa disadarinya, air mata mengalir deras, menenggelamkan segala yang ada di bawah pohon beringin itu termasuk dirinya sendiri.
Banjir air mata membentuk sebuah telaga kecil. Air telaga itu bening sebening air mata, warnanya biru sebiru mata Majojaro.
Mengetahui kisah itu, orang-orang di desa Lisawa berjanji menjaga dan memelihara telaga biru itu selamanya. [CJ]
Sebuah upacara adat dihelat untuk mencari penyebab munculnya air telaga. Setelah upacara adat selesai dilakukan, diperolehlah jawaban. Telaga itu muncul karena patah hati yang meneteskan air mata. Dari air mata itu mengalir menjadi sumber mata air.
Para warga desa Lisawa pun menggelar pertemuan. Setelah semua warga berkumpul, tetua adat memulai dengan satu pertanyaan.
"Siapa di antara kalian tidak hadir, tapi tidak ada di rumah?"
Dua keluarga mengaku kehilangan anggota keluarganya. Namun, karena mereka tidak mau menyebutkan nama anggota keluarga yang hilang itu, maka mereka menyebutnya dengan panggilan umum orang Galela, yakni Majojaro (nona) dan Magohiduuru (mas).
Kisah pun dimulai...
Majojaro dan Magohiduuru sudah lama menjalin kasih. Orangtua Majojaro mengaku anaknya pergi dari rumah dua hari lalu. Sementara orangtua Magohiduuru mengatakan bahwa anaknya pergi merantau ke negeri orang sejak enam bulan berselang.
Kedua anak manusia, Majojaro dan Magohiduuru, berjanji untuk tetap setia apapun yang terjadi. Enam bulan pun berlalu sejak kepergian Magohiduuru ke negeri seberang. Majojaro memegang janji setia itu. Namun, sebuah berita akhirnya didapat oleh Majojaro bahwa kapal yang ditumpangi kekasihnya karam akibat badai.
Sedih hati Majojaro mendengar Magohiduuru meninggal. Dia pun duduk di bawah pohon beringin untuk menenangkan hatinya. Lama Majojaro menangis tanpa henti. Tanpa disadarinya, air mata mengalir deras, menenggelamkan segala yang ada di bawah pohon beringin itu termasuk dirinya sendiri.
Banjir air mata membentuk sebuah telaga kecil. Air telaga itu bening sebening air mata, warnanya biru sebiru mata Majojaro.
Mengetahui kisah itu, orang-orang di desa Lisawa berjanji menjaga dan memelihara telaga biru itu selamanya. [CJ]
Tag :
Cerita Rakyat,
Maluku Utara
0 Komentar untuk "Cerita Rakyat Indonesia #8 - Telaga Biru dari Air Mata Majojarudi"