Alkisah dulu pernah hidup seorang janda dan anaknya, Lancang, di Kampar. Sebuah kabupaten di Provinsi Riau.
Pergilah Lancang ke negeri orang. Namanya zaman dulu, belum ada alat komunikasi secanggih sekarang, Lancang jarang pulang tanpa kabar pula. Itu berlangsung selama beberapa tahun.
Ibu yang sudah lama tak bersua tentu rindu betul dengan anaknya. Namun, dia tak bisa apa-apa, badan rentanya tak memungkinkannya pergi jauh dari kampungnya. Lagipula, dia tak ada uang buat ke mana-mana. Si ibu hanya bisa berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dia minta Lancang pulang ke Kampar. Doa ibu Lancang diijabah Tuhan.
Lancang bersama 7 istrinya pulang ke Kampar karena suatu urusan. Kabar ini terdengar sampai ke telinga ibunya. Buru-buru wanita tua itu ke pantai mencari anaknya.
Di pantai, dia melihat sebuah kapal dagang yang amat besar. Dan betul, Lancang ada di atas kapal itu. Ketika sampai di atas, wanita itu langsung memeluk Lancang anaknya. "Lancang anakku, ke mana saja selama ini, ibu kangen kamu, Nak," si ibu segera menangis
Tapi, Lancang melepaskan pelukan itu dan mendorong, wanita tua itu hingga terjatuh. "Siapa kau?"
Kegaduhan itu membuat beberapa orang di sekitarnya menoleh. Termasuk 7 istri Lancang. Salah seorang dari mereka mendekati Lancang dan bertanya padanya, "Siapa dia, Kakang Lancang?"
"Dia wanita gila. Lihat bajunya, compang-camping begitu. Kelasi! Tendang keluar wanita tua itu!"
Ditendanglah ibu Lancang keluar dari kapal. Hati seorang ibu tentu terluka diperlakukan demikian oleh putranya sendiri. Dalam kesedihan yang mendalam, ibu Lancang berdoa pada Tuhan untuk menghukum anaknya. Tuhan pun menjawab doanya.
Ketika Lancang melepas sauh kapalnya, melanjutkan berlayar kembali, suasana langit sungguh tak enak. Angin bertiup kencang, sementara langit mendadak gelap. Guntur dan kilat sambar-menyambar. Menciptakan bayangan menakutkan. Semua awak Lancang diperintahkan siaga menghadapi bahaya yang terjadi.
Sayangnya, Tuhan lebih berkuasa atas hamba-hambanya. Doa ibu yang terluka terlanjur dikabulkan. Kapal Lancang hancur berkeping-keping. Semuanya hancur tak bersisa. Kecuali kain sutra Lancang yang terbang melayang-layang hingga ke Negeri Lipat Kain di Kampar Kiri.
Sementara itu, Gong milik Lancang terlempat ke Kampar Kanan menjadi Sungai Ogong. Tembikar berubah menjadi Pasubilah. Tiang kapal terlempar ke danau yang kini dinamai Danau Lancang. Demikianlah dongeng Si Lancang dari Riau. Semoga bisa menjadi pelajaran.
Dongeng si Lancang, mengingkatkan kita tentang dongeng Malin Kundang, yang sama-sama memberi nasihat tentang berbakti kepada orang tua.
Tag :
Cerita Rakyat,
Riau
0 Komentar untuk "Cerita Rakyat Indonesia #10 - Akhir Riwayat Si Lancang"