Dalam masyarakat Minangkabau, cerita rakyat Indonesia disebut kaba. Salah satu kaba yang terkenal di lingkup masyarakat Minakabau adalah Kaba Anggun Nan Tongga (Hikayat Anggun Cik Tunggal, Melayu). Cerita rakyat Indonesia ini jarang sekali dikenal. Cerita rakyat ini pernah digubah oleh Ambas Mahkota dan diterbitkan pertama kali tahun 1960-an di Bukittinggi.
Cerita rakyat ini mengisahkan petualangan dan percintaan antara Anggun Nan Tongga dengan Gondan Gondoriah. Kisah dimulai saat Nan Tongga memutuskan mencari tiga orang pamannya yang sudah lama tidak pulang dari perantauan. Sebelum meninggalkan kampung halamannya di Kampung Dalam, Pariaman, Gondan Gondoriah memesan supaya ketika pulang Nan Tongga membawa buah tangan, yaitu 120 buah benda serta hewan langka nan ajaib. Nah, bagaimana kisah selengkapnya? Apakah Nan Tongga berhasil membawa tiga orang pamannya pulang serta membawa buah tangan seperti diminta oleh Gondan Gondoriah, kekasihnya?
***
Di Jorong Kampung Dalam, Pariaman, pernah hidup seorang pemuda bernama Anggun Nan Tongga, yang juga dipanggil Magek Jabang dan bergelar Magek Durahman. Ibunya, Ganto Sani, meninggal tidak lama setelah melahirkannya. Sementara, ayahnya pergi tak tentu rimbanya, pamitnya pergi ke Gunung Ledang. Maka, Suto Suri-lah yang mengasuh Nan Tongga sejak bayi. Nan Tongga memiliki kekasih bernama Gondan Gondoriah. Keduanya, seperti adat istiadat zaman dulu, telah dijodohkan sedari kecil. Sebagai seorang pemuda Anggun Nan Tongga tumbuh dengan banyak keahlian. Ia mahir berkuda, bisa pencak silat, pandai mengaji serta dalam ilmu agamanya. Untuk ukuran pada zamannya, Nan Tongga sungguhlah komplit sebagai seorang laki-laki.
Itulah mengapa, ketika Nangkodoh Baha yang berasal dari Sungai Garinggiang mengadakan sayembara untuk mencari suami adiknya, Intan Korong. Nan Tongga meminta izin sekaligus restu kepada Suto Suri untuk ikut sebagai peserta. Pada awalnya Suto Suri tidak setuju. Hal ini karena Nan Tongga sudah bertunangan dengan Gondan Gondoriah. Tapi, desakan dari pemuda itu membuat Suto Suri mengalah dan mengizinkannya.
Berbekal keahliannya, Nan Tongga mengalahkan Nangkodoh Baha dalam setiap permainan: catur, memanah, hingga menyabung ayam. Kekalahan tersebut tentu membuat Nangkodoh Baha malu. Lantaran itu, ia mengatakan kepada Nan Tongga, "Jika kamu memang hebat, mengapa kamu membiarkan tiga pamanmu ditawan bajak laut di Pulau Binuang Sati?"
Nan Tongga terkejut mendengar hal ini. Dulu sekali, ketiga pamannya, yaitu Mangkudun Sati, Nangkodoh Rajo, dan Katik Intan, itu pamit pergi merantau, ternyata alasan mereka tidak pulang-pulang adalah karena ditawan bajak laut. Perkataan Nangkodoh Baha seolah menantang nyali Nan Tongga. Ia pun berkata, "Tunggu saja, akan kuselamatkan tiga pamanku itu, Baha!"
Ia minta izin pada Suto Suri dan Gondan Gondoriah. Keduanya memberi restu kepada Nan Tongga. Tapi, Gondan Gondoriah meminta buah tangan kepada Nan Tongga. "Nan Tongga, bawakan aku benda-benda serta hewan-hewan langka nan ajaib sebanyak 120 ya." Beberapa di antara dari 120 permintaan Gondan Gondoriah adalah burung nuri yang bisa bicara, beruk yang pandai bermain kecapi, kain cindai yang tidak basah oleh air, berjambul suto kuning, dikembang selebar alam, dilipat sebesar kuku, disimpan dalam telur burung’.
Berangkatlah Nan Tongga ke Pulau Binuang Sati menumpang kapal Dandang Panjang milik Malin Cik Mas. Setelah berbagai pelabuhan dilabuhi, akhirnya Nan Tongga sampai ke Pulau Binuang Sati, di mana dihuni para perompak yang pimpinan Palimo Bajau. Sesampainya di sana, Nan Tongga dihadang utusan Palimo Bajau, yang kemudian berhasil dikalahkannya. Pecahlah sebuah perang antara Nan Tongga dengan para bajak laut. Dalam perang itu, Nan Tongga membunuh Palimo Bajau, dan para perompak kocar-kacir membubarkan diri.
Kemudian, Nan Tongga menemukan pamannya, Nangkodoh Rajo, yang dikurung di dalam kandang babi. Nangkodoh Rajo menceritakan bahwa kedua pamannya yang lain, yaitu Katik Intan dan Makhudum Sati berhasil melarikan diri saat pecah perang. Ia juga mengatakan bahwa apa yang diminta oleh Gondan Gondoriah ada di Kuala Koto Tanau.
Kemudian, Nan Tongga menyuruh Malin Cik Mas pulang ke Pariaman menggunakan kapal rampasan dari Binuang Sati. Karena kapal Dandang Panjang dipakai Nan Tongga. Nan Tongga berpesan kepada Malin Cik Mas bahwa Nangkodoh Rajo sudah dibebaskan dan dirinya selamat dan sedang berlayar bersama Dandang Panjang ke Kota Tanau. Sayangnya, Malin Cik Mas berkhianat. Ketika melihat kecantikan Gondan Gondoriah, ia mengatakan hal yang sebaliknya bahwa Nan Tongga sudah tewas dan supaya Malin Cik Mas dijadikan raja. Setelah menjadi raja, Malin Cik Mas mengutus seorang utusan untuk meminang Gondan Gondoriah. Tapi, perempuan itu menolaknya dengan alasan masih berduka atas tewasnya Nan Tongga.
***
Sementara itu, di Kota Tanau, Anggun Nan Tongga menemukan pamannya yang lain telah menjadi raja di sana. Putri pamannya, Puti Andami Sutan, memiliki seekor burung nuri nan pandai berbicara. Nan Tongga lalu meminta burung tersebut untuk bicara. Dengan halus Andami Sutan mengisyaratkan Nan Tongga bahwa hanya orang yang menikah dengannya yang dapat memerintahkan burung nuri itu untuk bicara. Karena, ia tidak menemukan cara lain, maka Nan Tongga menikah dengan Andami Sutan.
Setelah menikah dengan Andami Sutan, burung nuri yang bisa bicara itu lepas dari sangkarnya dan pergi ke Pariaman. Dan secara ajaib, menemui Gondan Gondoriah. Di jendela, burung nuri itu mengoceh-ngoceh tentang Nan Tongga yang sudah menikah Andami Sutan, anak pamannya. Hal itu tentu menimbulkan kesedihan tersendiri di hati Gondan Gondoriah. Ia pun pulang ke Gunung Ledang, tempatnya berasal.
Mengetahui burung nuri itu lepas, Nan Tongga bisa memahami bahwa burung nuri itu akan terbang ke Pariaman dan menemui Gondan Gondoriah. Dugaan ini menimbulkan memori tersendiri di benak Nan Tongga, yang menjadi rindu kampung halaman dan tunangannya. Ia pun meninggalkan istrinya, Andami Sutan, yang tengah hamil tua. Sesampainya di Pariaman, Nan Tongga diberitahu Suto Suri bahwa Gondan Gondoriah telah pulang ke Gunung Ledang. Nan Tongga kemudian mengejar dan membujuknya untuk kembali ke Pariaman. Karena cintanya, Gondan Gondoriah luluh hatinya, dan kembali bersama Nan Tongga.
Sewaktu hendak menikah, Nan Tongga dan Gondan Gondoriah, mencari Tuanku Haji Mudo meminta restu. Keduanya pergi bersama Bujang Selamat. Namun, Tuanku Haji Mudo berkata bahwa Nan Tongga dan Gondan Gondoriah adalah saudara sepersusuan. Karena Nan Tongga pernah menyusu pada ibu Gondan Gondoriah. Menurut hukum Islam, berarti Nan Tongga dan Gondan Gondoriah, tidak boleh menikah di dunia ini dan hanya dapat berjodoh di akhirat.
Karena belum juga pulang Suto Suri mengirim orang untuk mencari Nan Tongga dan Gondan Gondoriah. Mereka menemukan Bujang Selamat sendiri yang berkata bahwa Nan Tongga, Gondan Gondoriah, dan Tuanku Haji Mudo sudah naik ke langit.
***
Demikian cerita rakyat Indonesia yang berjudul Kaba Anggun Nan Tongga ini saya tulis. Semoga bermanfaat buat teman-teman.
Cerita rakyat ini mengisahkan petualangan dan percintaan antara Anggun Nan Tongga dengan Gondan Gondoriah. Kisah dimulai saat Nan Tongga memutuskan mencari tiga orang pamannya yang sudah lama tidak pulang dari perantauan. Sebelum meninggalkan kampung halamannya di Kampung Dalam, Pariaman, Gondan Gondoriah memesan supaya ketika pulang Nan Tongga membawa buah tangan, yaitu 120 buah benda serta hewan langka nan ajaib. Nah, bagaimana kisah selengkapnya? Apakah Nan Tongga berhasil membawa tiga orang pamannya pulang serta membawa buah tangan seperti diminta oleh Gondan Gondoriah, kekasihnya?
***
Di Jorong Kampung Dalam, Pariaman, pernah hidup seorang pemuda bernama Anggun Nan Tongga, yang juga dipanggil Magek Jabang dan bergelar Magek Durahman. Ibunya, Ganto Sani, meninggal tidak lama setelah melahirkannya. Sementara, ayahnya pergi tak tentu rimbanya, pamitnya pergi ke Gunung Ledang. Maka, Suto Suri-lah yang mengasuh Nan Tongga sejak bayi. Nan Tongga memiliki kekasih bernama Gondan Gondoriah. Keduanya, seperti adat istiadat zaman dulu, telah dijodohkan sedari kecil. Sebagai seorang pemuda Anggun Nan Tongga tumbuh dengan banyak keahlian. Ia mahir berkuda, bisa pencak silat, pandai mengaji serta dalam ilmu agamanya. Untuk ukuran pada zamannya, Nan Tongga sungguhlah komplit sebagai seorang laki-laki.
Itulah mengapa, ketika Nangkodoh Baha yang berasal dari Sungai Garinggiang mengadakan sayembara untuk mencari suami adiknya, Intan Korong. Nan Tongga meminta izin sekaligus restu kepada Suto Suri untuk ikut sebagai peserta. Pada awalnya Suto Suri tidak setuju. Hal ini karena Nan Tongga sudah bertunangan dengan Gondan Gondoriah. Tapi, desakan dari pemuda itu membuat Suto Suri mengalah dan mengizinkannya.
Berbekal keahliannya, Nan Tongga mengalahkan Nangkodoh Baha dalam setiap permainan: catur, memanah, hingga menyabung ayam. Kekalahan tersebut tentu membuat Nangkodoh Baha malu. Lantaran itu, ia mengatakan kepada Nan Tongga, "Jika kamu memang hebat, mengapa kamu membiarkan tiga pamanmu ditawan bajak laut di Pulau Binuang Sati?"
Nan Tongga terkejut mendengar hal ini. Dulu sekali, ketiga pamannya, yaitu Mangkudun Sati, Nangkodoh Rajo, dan Katik Intan, itu pamit pergi merantau, ternyata alasan mereka tidak pulang-pulang adalah karena ditawan bajak laut. Perkataan Nangkodoh Baha seolah menantang nyali Nan Tongga. Ia pun berkata, "Tunggu saja, akan kuselamatkan tiga pamanku itu, Baha!"
Ia minta izin pada Suto Suri dan Gondan Gondoriah. Keduanya memberi restu kepada Nan Tongga. Tapi, Gondan Gondoriah meminta buah tangan kepada Nan Tongga. "Nan Tongga, bawakan aku benda-benda serta hewan-hewan langka nan ajaib sebanyak 120 ya." Beberapa di antara dari 120 permintaan Gondan Gondoriah adalah burung nuri yang bisa bicara, beruk yang pandai bermain kecapi, kain cindai yang tidak basah oleh air, berjambul suto kuning, dikembang selebar alam, dilipat sebesar kuku, disimpan dalam telur burung’.
Berangkatlah Nan Tongga ke Pulau Binuang Sati menumpang kapal Dandang Panjang milik Malin Cik Mas. Setelah berbagai pelabuhan dilabuhi, akhirnya Nan Tongga sampai ke Pulau Binuang Sati, di mana dihuni para perompak yang pimpinan Palimo Bajau. Sesampainya di sana, Nan Tongga dihadang utusan Palimo Bajau, yang kemudian berhasil dikalahkannya. Pecahlah sebuah perang antara Nan Tongga dengan para bajak laut. Dalam perang itu, Nan Tongga membunuh Palimo Bajau, dan para perompak kocar-kacir membubarkan diri.
Kemudian, Nan Tongga menemukan pamannya, Nangkodoh Rajo, yang dikurung di dalam kandang babi. Nangkodoh Rajo menceritakan bahwa kedua pamannya yang lain, yaitu Katik Intan dan Makhudum Sati berhasil melarikan diri saat pecah perang. Ia juga mengatakan bahwa apa yang diminta oleh Gondan Gondoriah ada di Kuala Koto Tanau.
Kemudian, Nan Tongga menyuruh Malin Cik Mas pulang ke Pariaman menggunakan kapal rampasan dari Binuang Sati. Karena kapal Dandang Panjang dipakai Nan Tongga. Nan Tongga berpesan kepada Malin Cik Mas bahwa Nangkodoh Rajo sudah dibebaskan dan dirinya selamat dan sedang berlayar bersama Dandang Panjang ke Kota Tanau. Sayangnya, Malin Cik Mas berkhianat. Ketika melihat kecantikan Gondan Gondoriah, ia mengatakan hal yang sebaliknya bahwa Nan Tongga sudah tewas dan supaya Malin Cik Mas dijadikan raja. Setelah menjadi raja, Malin Cik Mas mengutus seorang utusan untuk meminang Gondan Gondoriah. Tapi, perempuan itu menolaknya dengan alasan masih berduka atas tewasnya Nan Tongga.
***
Sementara itu, di Kota Tanau, Anggun Nan Tongga menemukan pamannya yang lain telah menjadi raja di sana. Putri pamannya, Puti Andami Sutan, memiliki seekor burung nuri nan pandai berbicara. Nan Tongga lalu meminta burung tersebut untuk bicara. Dengan halus Andami Sutan mengisyaratkan Nan Tongga bahwa hanya orang yang menikah dengannya yang dapat memerintahkan burung nuri itu untuk bicara. Karena, ia tidak menemukan cara lain, maka Nan Tongga menikah dengan Andami Sutan.
Setelah menikah dengan Andami Sutan, burung nuri yang bisa bicara itu lepas dari sangkarnya dan pergi ke Pariaman. Dan secara ajaib, menemui Gondan Gondoriah. Di jendela, burung nuri itu mengoceh-ngoceh tentang Nan Tongga yang sudah menikah Andami Sutan, anak pamannya. Hal itu tentu menimbulkan kesedihan tersendiri di hati Gondan Gondoriah. Ia pun pulang ke Gunung Ledang, tempatnya berasal.
Mengetahui burung nuri itu lepas, Nan Tongga bisa memahami bahwa burung nuri itu akan terbang ke Pariaman dan menemui Gondan Gondoriah. Dugaan ini menimbulkan memori tersendiri di benak Nan Tongga, yang menjadi rindu kampung halaman dan tunangannya. Ia pun meninggalkan istrinya, Andami Sutan, yang tengah hamil tua. Sesampainya di Pariaman, Nan Tongga diberitahu Suto Suri bahwa Gondan Gondoriah telah pulang ke Gunung Ledang. Nan Tongga kemudian mengejar dan membujuknya untuk kembali ke Pariaman. Karena cintanya, Gondan Gondoriah luluh hatinya, dan kembali bersama Nan Tongga.
Sewaktu hendak menikah, Nan Tongga dan Gondan Gondoriah, mencari Tuanku Haji Mudo meminta restu. Keduanya pergi bersama Bujang Selamat. Namun, Tuanku Haji Mudo berkata bahwa Nan Tongga dan Gondan Gondoriah adalah saudara sepersusuan. Karena Nan Tongga pernah menyusu pada ibu Gondan Gondoriah. Menurut hukum Islam, berarti Nan Tongga dan Gondan Gondoriah, tidak boleh menikah di dunia ini dan hanya dapat berjodoh di akhirat.
Karena belum juga pulang Suto Suri mengirim orang untuk mencari Nan Tongga dan Gondan Gondoriah. Mereka menemukan Bujang Selamat sendiri yang berkata bahwa Nan Tongga, Gondan Gondoriah, dan Tuanku Haji Mudo sudah naik ke langit.
***
Demikian cerita rakyat Indonesia yang berjudul Kaba Anggun Nan Tongga ini saya tulis. Semoga bermanfaat buat teman-teman.
Tag :
Cerita Rakyat,
Sumatera Barat
3 Komentar untuk "Cerita Rakyat Indonesia #92: Kaba Anggun Nan Tongga"
baru tau .. ceritanya begitu
ga sanggup baca ceritanya pandajang amat dah
cerita yang menarik