Halo semuanya, apa kabar? Apakah kalian semua baik-baik saja? Lama benar saya tidak menulis di blog ini. Kali ini, saya mau mempublikasikan cerita anak baru yang saya tulis sendiri. Judulnya "Sepeda Baru Buat Zahra". Selamat membaca.
***
"Ayah," panggil Zahra pagi itu di meja makan.
"Ya, kenapa Nak?" sahut Ayah dengan mata masih belum berpindah dari layar smartphone.
"Beliin aku sepeda baru ya."
Ayah berhenti menatap layar smartphonenya, lalu menoleh ke arah Zahra. "Sepeda? Bukannya kamu sudah punya?"
"Sepedaku itu sudah jelek. Sudah butut. Aku mau dibeliin lagi. Yang baru. Kayak sepeda yang dipunyain Gendis. Hari ini ya, Yah."
Demi mendengar permintaan Zahra itu, Ayah terdiam. Dalam benaknya, dia ingin membelikan Zahra sepeda baru. Tapi tentu saja tidak bisa langsung membelikan sekarang juga. Butuh waktu. Sedikitnya tiga sampai enam bulan ke depan. Menabung sedikit demi sedikit.
"Iya, tapi nggak sekarang ya sayang," jawab Ayah pelan, memohon pengertian.
"Maunya sekarang," pinta Zahra galak.
"Ayah belum punya duit. Nanti ya kalau Ayah sudah punya duit. Ayah pasti belikan buat kamu."
"Nggak mau!"
Ayah bingung harus berkata apa lagi. Dia tidak mau membentak Zahra untuk memberikan penjelasan. Tidak. Dia bukan tipe orang tua seperti itu. Karena itu, Ayah lebih memilih diam.
"Ayah dengerin omongan Zahra nggak sih?"
"Iya, Ayah denger kok. Tapi keputusannya tetep, Ayah nggak bisa ngebeliin kamu sepeda baru."
"Kalo gitu, Zahra nggak mau sekolah," kata Zahra mengancam, lalu kembali masuk kamar.
Ibu muncul. Tentu saja, dia mendengar obrolan antara Zahra dan Ayah. Dia membisiki sebuah ide brilian di telinga Ayah.
Ide Ibu membuat mata Ayah berbinar-binar. Sepertinya cocok. Kalau itu, Ayah setuju. Dia akan mewujudkan keinginan Zahra tanpa mengeluarkan banyak duit.
"Zahra," Ibu mengetuk pintu kamar, "Ayah setuju. Pulang sekolah nanti sepeda kamu akan baru lagi."
Zahra membuka pintu. Matanya berbinar-binar. "Beneran Bu?" tanya Zahra sumringah.
Ibu mengangguk. "Kamu sekolah ya, nanti ketinggalan pelajaran loh kalo bolos."
Zahra pun berangkat sekolah. Dia pamit pada Ayah dan Ibu, sambil mengingatkan janji mereka berdua.
***
Begitu pulang dari sekolah, Zahra tak sabar lagi ingin melihat sepeda barunya. "Ibu, mana sepeda baruku," tanyanya.
"Nanti ya Nak, sepulangnya Ayah dari kerja. Ditunggu dulu sambil makan."
Zahra sedikit kecewa tak menemukan sepeda barunya sesuai janji Ibu dan Ayah. Meski begitu, dia menuruti perintah Ibu untuk makan.
Tak lama kemudian, Mang Jajang muncul.
"Assalamualaikum," sapa Mang Jajang.
"Walaikumsalam," sahut Ibu.
"Ini Ibu, saya mau mengantar sepeda Zahra."
"Oh iya, Mang. Makasih ya. Duitnya udah belum ya Mang?"
"Udah tadi sama Pak Erwin. Kalo gitu, saya pamit dulu."
Pas Mang Jajang mau pulang, pas juga Ayah datang. "Mang udah?"
"Udah Pak," sahut Mang Jajang.
"Makasih ya, Mang."
"Iya, sama-sama."
Ayah mengeluarkan duit dua puluh ribuan sebagai tanda terima kasih karena sepeda Zahra sudah diantarkan. "Buat beli rokok, Mang."
"Makasih lagi Pak Erwin," timpal Mang Jajang, lalu beranjak pergi.
***
Zahra senang betul melihat sepeda barunya. Dia tak henti-hentinya memuji Ayah dan Ibu yang sudah membelikannya sepeda.
"Eh tapi tunggu dulu," kata Zahra mengamati sepedanya, "Kayaknya sepeda ini mirip dengan sepeda lamaku?"
Ayah dan Ibu membenarkan. Sepeda baru yang ada di hadapan Zahra bukanlah sepeda baru beli di toko, tapi sepeda lama yang baru dipermak habis oleh Mang Jajang.
"Bagus nggak?" tanya Ayah.
"Bagus sih."
"Suka?" tanya Ibu.
Zahra mengangguk. Dan mengangkat jempolnya. "Terbaiklah sepeda ini."
Jatiasih, Bekasi, April 2018.
***
Wah, nggak kerasa ceritanya sudah habis ya. Hahaha. Saya menulis cerita anak 2018 ini tanpa diedit. Ceritanya sendiri sudah lama ada di dalam pikiran saya. Jadi lancar dalam prosesnya.
Terima kasih buat teman-teman yang sudah sudi meluangkan waktunya membaca cerita saya ini. Sampai bertemu di postingan berikutnya ya.
0 Komentar untuk "Sepeda Baru Buat Zahra"