Di Sulawesi Selatan, Tadulako berarti panglima perang, yang memiliki tugas utama menjaga keselamatan desa dari serangan musuh. Pada Tadulako ini pemberani dan berilmu tinggi. Cerita rakyat Indonesia yang saya tulis kali ini berhubungan dengan Tadulako di Bulili – salah satu daerah di Sulawesi Selatan. Judulnya Tadulako Bulili.
Cerita rakyat Indonesia mengisahkan tentang kepahlawanan para tadulako dalam menjaga kehormatan desa Bulili. Mereka adalah Bantaili dan Makeku. Bagaimana selengkapnya kisah mereka?
***
Dikisahkan Raja Sigi menikahi seorang gadis asal Bulili. Hingga beberapa bulan setelah pernikahan, Raja Sigi tinggal di rumah orang tua si gadis sampai si gadis mengandung buah cinta mereka. Mengetahui hal tersebut, Raja Sigi mohon izin untuk kembali ke kerajaannya. Walaupun terasa berat berat hatinya si gadis melepas juga kepergian suaminya.
Ternyata alasan Raja Sigi untuk kembali ke kerajaannya hanyalah kepura-puraan. Maksud sebenarnya adalah ia meninggalkan si gadis untuk mengurus dan membesarkan anaknya sendiri. Sembilan bulan berikutnya, si gadis melahirkan seorang bayi. Si gadis sedih karena harus mengurus bayinya tanpa kehadiran ayah si bayi.
Para tetua dan pemuka Bulili memutuskan mengirim utusan untuk menemui Raja Sigi. Tujuan utamanya adalah membawanya kembali. Jika tidak bisa, setidaknya memberikan bantuan terhadap si gadis dan bayinya. Dua utusan yang dikirim adalah Tadulako Makeku dan Bantaili.
Namun, sesampainya di Sigi, kedua Tadulako tersebut bukan disambut dengan ramah melainkan dengan sinis. Raja Sigi menanyakan maksud kedatangan keduanya. Tentu saja, kedua mengatakan yang sebenarnya bahwa maksud kedatangan mereka adalah untuk membawa Raja Sigi kembali ke Bulili atau setidaknya memberi bantuan untuk anak Raja Sigi yang baru saja lahir.
Bukan pembicaraan enak yang didapat oleh kedua Tadulako Bulili, melainkan pembicaraan yang sengak Raja Sigi. “Terus terang aku tidak bisa lagi kembali ke Bulili. Jika kembali, bagaimana nasib rakyatku? Membantu itu soal mudah. Aku serahkan satu lumbung padi, jika kalian mampu mengangkatnya sampai ke Bulili.”
Tadulako Bantaili mengeluarkan kesaktian yang dimilikinya, lalu memanggul lumbung padi yang penuh dengan padi. Tadulako Makeku berjalan di belakang Tadulako Bantaili untuk mengawalnya. Raja Sigi tampak terkejut. Biasanya, lumbung padi kosong cuma akan bergeser beberapa langkah walaupun diangkat puluhan orang.
Tapi, ini…?
Emosi Raja Sigi sampai ke ubun-ubunnya. Ia perintahkan pasukan terbaik untuk mengejar kedua Tadulako Bulili itu. Terjadilah pertempuran sengit. Tapi, kedua Tadulako itu yang tidak diperintahkan untuk menghajar pasukan Raja Sigi hanya terus bertahan sambil terus berlari. Hingga… di depan mereka tidak ada jalan lain selain sungai yang lebar dan berarus deras. Pilihannya hanya dua: bertarung sampai titik darah penghabisan dengan pasukan Raja Sigi atau melompati sungai tersebut. Mereka memilih opsi kedua. Tadulako Bantaili melompati sungai tanpa ada satu ceceran beras dari lumbung padi itu, disusul Tadulako Makeku.
Sementara, pasukan Raja Sigi hanya berdiri di bibir sungai di belakang mereka. Rupanya mereka tidak sanggup melompati sungai selebar dan berarus deras itu. Akhirnya, mereka kembali ke Sigi dengan membawa kekecewaan.
***
Cerita rakyat Indonesia saya tulis ulang berdasarkan sumber-sumber yang saya peroleh di internet. Semoga cerita rakyat ini bermanfaat ^^
Cerita rakyat Indonesia mengisahkan tentang kepahlawanan para tadulako dalam menjaga kehormatan desa Bulili. Mereka adalah Bantaili dan Makeku. Bagaimana selengkapnya kisah mereka?
***
Dikisahkan Raja Sigi menikahi seorang gadis asal Bulili. Hingga beberapa bulan setelah pernikahan, Raja Sigi tinggal di rumah orang tua si gadis sampai si gadis mengandung buah cinta mereka. Mengetahui hal tersebut, Raja Sigi mohon izin untuk kembali ke kerajaannya. Walaupun terasa berat berat hatinya si gadis melepas juga kepergian suaminya.
Ternyata alasan Raja Sigi untuk kembali ke kerajaannya hanyalah kepura-puraan. Maksud sebenarnya adalah ia meninggalkan si gadis untuk mengurus dan membesarkan anaknya sendiri. Sembilan bulan berikutnya, si gadis melahirkan seorang bayi. Si gadis sedih karena harus mengurus bayinya tanpa kehadiran ayah si bayi.
Para tetua dan pemuka Bulili memutuskan mengirim utusan untuk menemui Raja Sigi. Tujuan utamanya adalah membawanya kembali. Jika tidak bisa, setidaknya memberikan bantuan terhadap si gadis dan bayinya. Dua utusan yang dikirim adalah Tadulako Makeku dan Bantaili.
Namun, sesampainya di Sigi, kedua Tadulako tersebut bukan disambut dengan ramah melainkan dengan sinis. Raja Sigi menanyakan maksud kedatangan keduanya. Tentu saja, kedua mengatakan yang sebenarnya bahwa maksud kedatangan mereka adalah untuk membawa Raja Sigi kembali ke Bulili atau setidaknya memberi bantuan untuk anak Raja Sigi yang baru saja lahir.
Bukan pembicaraan enak yang didapat oleh kedua Tadulako Bulili, melainkan pembicaraan yang sengak Raja Sigi. “Terus terang aku tidak bisa lagi kembali ke Bulili. Jika kembali, bagaimana nasib rakyatku? Membantu itu soal mudah. Aku serahkan satu lumbung padi, jika kalian mampu mengangkatnya sampai ke Bulili.”
Tadulako Bantaili mengeluarkan kesaktian yang dimilikinya, lalu memanggul lumbung padi yang penuh dengan padi. Tadulako Makeku berjalan di belakang Tadulako Bantaili untuk mengawalnya. Raja Sigi tampak terkejut. Biasanya, lumbung padi kosong cuma akan bergeser beberapa langkah walaupun diangkat puluhan orang.
Tapi, ini…?
Emosi Raja Sigi sampai ke ubun-ubunnya. Ia perintahkan pasukan terbaik untuk mengejar kedua Tadulako Bulili itu. Terjadilah pertempuran sengit. Tapi, kedua Tadulako itu yang tidak diperintahkan untuk menghajar pasukan Raja Sigi hanya terus bertahan sambil terus berlari. Hingga… di depan mereka tidak ada jalan lain selain sungai yang lebar dan berarus deras. Pilihannya hanya dua: bertarung sampai titik darah penghabisan dengan pasukan Raja Sigi atau melompati sungai tersebut. Mereka memilih opsi kedua. Tadulako Bantaili melompati sungai tanpa ada satu ceceran beras dari lumbung padi itu, disusul Tadulako Makeku.
Sementara, pasukan Raja Sigi hanya berdiri di bibir sungai di belakang mereka. Rupanya mereka tidak sanggup melompati sungai selebar dan berarus deras itu. Akhirnya, mereka kembali ke Sigi dengan membawa kekecewaan.
***
Cerita rakyat Indonesia saya tulis ulang berdasarkan sumber-sumber yang saya peroleh di internet. Semoga cerita rakyat ini bermanfaat ^^
Tag :
Cerita Rakyat,
Sulawesi Selatan
0 Komentar untuk "Cerita Rakyat Indonesia #97: Tadulako Bulili"