Tulittt... Tulittt... Tulittt... suara burung terdengar nyaring di depan rumah Bilal. Dia melongok ke pohon mangga di depan rumahnya, dan menemukan burung berwarna putih dengan paruh dan garis mata hitam.
Tulittt... Tulittt... Tulittt... Burung itu berbunyi lagi. Bilal masuk ke dalam rumah untuk memberitahu Papanya.
"Ayah sini deh. Ada burung di depan rumah," kata Bilal.
"Burung apaan?" tanya Ayah.
"Ayo sini," kata Bilal mengajak Ayah keluar rumah.
Ayah mengikuti langkah kaki Bilal. Seperti yang Bilal katakan, di salah satu pohon mangga ada burung berwarna putih.
Tulittt... Tulittt... Tulittt... Terdengar suara burung itu lagi. Ayah langsung menebak burung itu Jalak Bali.
"Kok Ayah tahu?" tanya Bilal.
"Ayah pernah punya dulu," sahut Ayah. Lalu dia bersiap memanjat pohon mangga.
"Mau ngapain Yah?"
"Mau Ayah tangkep."
Bilal diam saja mendengar omongan Ayahnya. Dan matanya mengikuti langkah demi langkah yang Ayah lakukan ketika memanjat pohon mangga. Begitu jarak Ayah dan burung Jarak Bali sudah dekat, Ayah bergerak pelan-pelan. Dan dalam satu detik kemudian tangannya dengan tangkas menangkap burung itu.
"Ayah dapet burungnya, Bil," kata Ayah dengan suara ceria. Bilal ikut-ikutan gembira. Setelah itu Ayah turun dari pohon mangga.
***
Bilal tak henti-hentinya mengagumi suara burung Jalak Bali tersebut. Dia bersiul-siul untuk membuat burung itu berkicau.
Tiba-tiba, dua orang pria datang ke rumahnya. Salah seorang diantaranya berujar, "Nah, ini dia burungnya."
"Siapa kalian?" tanya Bilal dengan mata penuh selidik, "Ini burung aku!"
Salah seorang pria itu tersenyum ke arah Bilal, "Adek, apa Ayahnya ada?"
"Mau apa ketemu Ayah?"
Kedua orang itu bingung menjawab pertanyaan Bilal. Untung, Ayah muncul dari dalam rumah.
Kedua orang itu memperkenalkan diri. Yang satu namanya Edi. Satu lagi namanya Ilham. Mereka datang ke rumah Bilal untuk mengambil lagi burung Jalak Bali, yang ada di rumah Bilal. Burung itu terlepas secara tidak sengaja sewaktu Edi memandikannya tadi pagi. Susah payah dicari ternyata ada di rumah Bilal.
"Nggak boleh. Ini burung aku. Nggak boleh dibawa pergi. Ayah yang mendapatkannya," kata Bilal.
Ayah memberi pengertian. "Bilal, burung ini bukan punya kita. Ayah mendapatkannya di pohon mangga rumah kita, tapi burung ini bukan punya kita, jadi sebaiknya dikembalikan aja ya."
Bilal menangis. Dia benar-benar tidak mau kehilangan burung Jalak Bali tersebut, yang sudah dianggapnya sebagai temannya.
Melihat sikap Bilal, Pak Ilham mengatakan, "Gini aja. Boleh nggak kalo burung Bilal ini diganti sama burung di rumah om?"
"Emang om punya burung?"
"Banyak, tapi di rumah om. Kalo Bilal mau, nanti kita main ke rumah om. Bilal pilih burung yang Bilal sukai. Sebagai gantinya burung yang ada di rumah Bilal, om bawa, gimana?"
Bilal setuju.
***
Di rumah Pak Ilham, Bilal menemukan banyak sekali burung. Semua cantik. Semua indah. Semua merdua suara.
"Nah Bilal, mau yang mana?" tanya Pak Ilham.
Bilal menunjuk satu burung berwarna hijau. "Itu burung Lovebird namanya. Bilal mau?" tanya Pak Ilham.
Bilal mengangguk.
Akhirnya burung Jalak Bali yang sudah didapatkan Ayah Bilal ditukar dengan burung Lovebird milik Pak Ilham. Semua orang senang. Ayah Bilal berterima kasih pada Pak Ilham dan Pak Edi. Begitu pun sebaliknya. Mereka berdua berterima kasih pada Ayah Bilal yang sudah menangkap burung Jalak Balinya yang lepas dan sudi merawatnya beberapa jam.
0 Komentar untuk "Burung Untuk Bilal"