Bagus membuka dompetnya. Isinya tinggal beberapa lembar uang seribuan dan dua ribuan. Dia melihat tanggalan. Masih sekitar dua hari lagi sebelum uang bulanannya ditransfer ortunya masuk ke rekening. Dan sebagai mahasiswa, dia sadar harus memahami kondisinya seperti sebelum-sebelumnya.
'Kayaknya harus makan mi instan lagi nih,' katanya menggumam, sembari berjanji akan makan enak jika uang bulanan sudah ditransfer bapak di kampung.
Galih tiba-tiba membuka pintu kamar kostnya. "Gus makan yuk. Lavar nih gue," ajaknya.
"Nggak ah, tadi udah makan di kampus," jawabnya berbohong. Padahal perutnya berbunyi, tanda cacing-cacing nakal di perutnya sudah minta diberi makan. Ha. Galih pun pergi ke warteg sendirian.
Bagus menyolokkan teko listriknya, setelah mengisinya dengan secukup air tentunya. Dan dia pun menunggu beberapa menit sampai air di dalam teko listrik mendidih. Setelah itu dia memasukkan mi instan goreng rasa rendang ke dalamnya.
Setelah membuang airnya di dalam kamar mandi, Bagus menuang mi instan yang sudah direbusnya ke piring plastik berkualitas rendah dan memberinya bumbu. Diaduk-aduk sebentar sampai rata, dia pun langsung mengganyamnya sampai tandas.
Karena lelah seharian kuliah, Bagus pun langsung tertidur.
***
Bangun tidur, tiba-tiba perut Bagus terasa melilit. Dia pergi ke WC. Tapi tak ada yang dikeluarkan dari bawah. Sebaliknya, yang keluar justru bagian atasnya.
Galih yang mendengar suara Bagus langsung mendekat ke kamar mandi. "Gus, lu nggak apa-apa?"
"Nggak apa-apa gue Lih," sahut Bagus dari dalam kamar mandi, "Hoek."
"Seriusan lu nggak apa-apa?" tanya Galih lagi dari luar kamar mandi, "Gue nggak mau ya, lu nggak keluar kamar mandi tapi tahu-tahu lu disemutin!"
"Ah becanda aja lu. Gue nggak apa-apa."
Galih pun meninggalkan Bagus.
Bagus keluar dari dalam kamar mandi. Entah bagaimana tiba-tiba pandangannya terasa berkunang-kunang. Dia roboh.
Galih keluar dari dalam kamar dan menemukan Bagus teronggok di dekat kamar mandi. Dia minta bantuan penghuni kos yang lain untuk membawa Bagus ke klinik.
***
Bagus siuman. Dia mau duduk, tapi Galih mencegahnya. "Jangan bangun dulu Gus, istirahat aja. Slow."
"Kata dokter, lu ada indikasi kena tipes," kata Galih.
"Tipes? Kok bisa," tanya Bagus.
"Yah mungkin kegiatan lu terlalu padat, dan lu gak imbangin sama istirahat dan makan yang cukup," jelas Galih, "Lu kebanyakan makan mi instan kan?"
Bagus kaget, bagaimana Galih tahu soal itu.
"Gue udah lama tahu kok. Kan elu sering buang sampah mi instan banyak di tempat sampah lu. Ada soto, kari, rendang. Macem-macem deh."
Bagus terdiam. "Tolong jangan kasih tahu bapak ibuku di Jogja. Bisa panik mereka."
"Gue sih nggak bakal bilang mereka, dengan syarat lu nggak kebanyakan makan mi instan lagi. Emang lu lagi gak punya duit?"
Bagus terdiam. Yah dalam keterdiamannya itu dia secara tidak langsung mengakui kalau apa yang Galih katakan itu benar.
"Lu kan ada temen di kos, kenapa lu gak minjem dulu. Nanti kalo udah ada duit baru balikin."
"Gue nggak enak,"
"Lah sekarang jauh lebih nggak enakin mana, minjem ato sakit gini?"
Bagus nyengir. "Ya udah bro gue terima kasih sama lu atas pertolongan lu dan kepedulian lu yak."
"Sama-sama. Yang penting lu sekarang sehat dulu, oke."
0 Komentar untuk "Bagus Jangan Kebanyakan Makan Mi Instan"