Satu lagi cerita rakyat yang sangat legendaris dari tanah Betawi. Namanya Jampang. Ketenaran tokoh ini sebelas dua belas dengan ketenaran tokoh Pitung. Malah sekarang ada pantunnya: "Bang Jampang minum sekoteng, silakan bilang saya ganteng." *halah, lupakan ocehan tak berguna ini*. Sila baca sendiri saja ya ^^, mudah-mudahan terhibur, syukur jika bermanfaat.
Untuk dicatat para pembaca blog saya ini, bahwasanya versi yang saya ceritakan ulang ini diilhami dari situs silatindonesia. Tapi, bukan saya kopas lho.
Pada awalnya, Jampang dan Sarba pulang bersama-sama hingga mereka bertemu centeng-centeng Juragan Saud, yakni Gabus dan Subro. Yang suka semena-mena kepada orang lain. Ceritanya, Jampang dan Sarba pun makan di warung nasi di tengah jalan. Dan, mereka berdua bertemu dengan keduanya yang tidak mau bayar makanannya. Melihat hal tersebut, Jampang dan Sarba yang suka menolong kaum lemah ini segera menggulung Gabus dan Subro. Dari sinilah, nama keduanya mulai terkenal. Sesudah menggulung para centeng Juragan Saud, Jampang dan Sarba berpisah.
*
Di kampungnya, Jampang mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya di padepokan Ki Samad dengan mengajari para pemuda kampung, terutama para santri Haji Baasyir. Melihat ketekunan Jampang mengajari santri-santrinya membuat Haji Baasyir meminta Jampang untuk mengantarkan surat ke Haji Hasan yang tinggal di Kebayoran. Dengan penuh takjim, Jampang melaksanakan keinginan Haji Baasyir.
Tak butuh waktu lama bagi Jampang untuk bisa sampai ke kawasan Kebayoran. Karena, jarak antara kampungnya dengan Kebayoran tergolong dekat, cukup berjalan kaki setengah hari. Dan nyatanya, ketika adzan dzuhur berkumandang bertalu-talu, Jampang sudah sampai. Namun, di sana kepiawaiannya bersilat harus dibuktikan dengan melawan kelaliman.
Ketika Jampang berjalan di tepi sungai, dia mendengar suara seorang wanita menjerit ke arahnya. Rupanya, gadis ini hendak dinakali oleh seorang laki-laki bejat yang belakangan diketahui bernama Kepeng, anak buah Jabrig, jawara setempat. Dan, gadis yang hendak dinakali itu bernama Siti, anaknya Pak Sudin.
Segera, terjadi perkelahian antara Jampang dengan Kepeng. Pada akhirnya, Kepeng pun berhasil dikalahkan oleh Jampang dengan jurus-jurusnya. Setelah keadaan aman, Jampang mengantarkan Kepeng ke rumahnya, menemui orang tuanya, Pak Sudin. Pak Sudin kemudian mengantarkan Jampang ke rumah Haji Hasan untuk mengantarkan surat titipan Haji Baasyir.
Setelah bertemu dengan Haji Hasan dan surat itu dibuka, ternyata surat itu adalah anjuran dari Haji Baasyir agar kampungnya dilatih oleh pemuda ganteng pintar silat bernama Jampang. Hal ini untuk menertibkan keamanan di Kebayoran. Memang waktu itu, daerah-daerah pinggiran Betawi tidak aman. Haji Hasan pun menyetujui usulan tersebut. Dan mulai keesokan harinya, Jampang mengajari para pemuda setempat untuk belajar silat. [Kumpulan cerita rakyat Indonesia lainnya]
Kabar ini segera diketahui Kepeng, yang kemudin melapor kepada Jabrig. Jagoan-jagoan ini panas hati melihat Jampang mengajari anak-anak setempat silat. Karena itu, mereka berniat membuat onar. Datanglah mereka ke tempat latihan Jampang and friends, dan segera berbuat huru-hara. Namun, hal ini langsung ditangani Jampang. Sehingga, Jabrig and the gank tidak bisa berbuat apa-apa.
Sesudah mengalahkan jagoan kampung ini, Jampang merasa tugasnya sudah selesai. Dia sudah mengajari anak-anak Kebayoran dasar-dasar bela diri. Dia juga sudah menghajar jawara kampung supaya kapok mengganggu. Dia kemudian pamit kepada Haji Hasan.
*
Di kampung halaman, rupanya fitnah sudah menanti Jampang yang disebarkan oleh Gabus dan Subro - dua preman yang dikalahkan dulu. Jampang difitnah telah mencuri dua ekor kerbau milik Juragan Saud. Tampaknya mereka berdua ingin menjebloskan Jampang ke dalam penjara.
Jampang pun meminta petunjuk Haji Baasyir. Saran dari Haji Baasyir adalah menemui Juragan Saud dan menyadarkannya. Bukannya menuruti saran Haji Baasyir, Jampang justru punya pemikiran lain. Dia ingin memberi pelajaran kepada Juragan Saud. Di rumah Juragan Saud, Jampang mengambil kerbau dan barang-barang berharga. Kemudian membagi-bagikannya kepada masyarakat kecil yang membutuhkannya.
Hal ini jelas memicu kekesalan tersendiri di hati Juragan Saud, yang kemudian memanggil para opas untuk menangkap Jampang. Para opas lalu mencari Jampang. Ada yang menyebutkan Jampang telah berhasil ditembak. Tak ada bukti bahwa Jampang mati. Menurut cerita rakyat Indonesia yang berkembang, Jampang aman. Dia bahkan menikahi Siti, anak Pak Sudin yang pernah diselamatkannya dulu.
Untuk dicatat para pembaca blog saya ini, bahwasanya versi yang saya ceritakan ulang ini diilhami dari situs silatindonesia. Tapi, bukan saya kopas lho.
Jampang, Jagoan Betawi
Disebutkan dalam cerita rakyat Betawi bahwa Jampang itu berasal dari Banten, yang belajar ilmu beladiri dari Ki Samad (Shomad) di Gunung Kepuh. Dia salah satu di antara dua murid kesayangan Ki Samad. Selain dirinya ada seorang lagi bernama Sarba. Kedua orang seperguruan ini sudah lama menimba ilmu silat di tempatnya Ki Samad. Lantaran itulah, tibalah saat bagi keduanya untuk kembali ke kampung halaman masing-masing. Sebelum meninggalkan padepokan, Jampang dan Sarba diberi satu nasihat terakhir oleh gurunya Ki Samad, yakni harus berhati-hati menggunakan ilmunya (ilmu silat maksudnya, red.). Jangan sampai diamalkan di jalan yang salah.Pada awalnya, Jampang dan Sarba pulang bersama-sama hingga mereka bertemu centeng-centeng Juragan Saud, yakni Gabus dan Subro. Yang suka semena-mena kepada orang lain. Ceritanya, Jampang dan Sarba pun makan di warung nasi di tengah jalan. Dan, mereka berdua bertemu dengan keduanya yang tidak mau bayar makanannya. Melihat hal tersebut, Jampang dan Sarba yang suka menolong kaum lemah ini segera menggulung Gabus dan Subro. Dari sinilah, nama keduanya mulai terkenal. Sesudah menggulung para centeng Juragan Saud, Jampang dan Sarba berpisah.
*
Di kampungnya, Jampang mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya di padepokan Ki Samad dengan mengajari para pemuda kampung, terutama para santri Haji Baasyir. Melihat ketekunan Jampang mengajari santri-santrinya membuat Haji Baasyir meminta Jampang untuk mengantarkan surat ke Haji Hasan yang tinggal di Kebayoran. Dengan penuh takjim, Jampang melaksanakan keinginan Haji Baasyir.
Tak butuh waktu lama bagi Jampang untuk bisa sampai ke kawasan Kebayoran. Karena, jarak antara kampungnya dengan Kebayoran tergolong dekat, cukup berjalan kaki setengah hari. Dan nyatanya, ketika adzan dzuhur berkumandang bertalu-talu, Jampang sudah sampai. Namun, di sana kepiawaiannya bersilat harus dibuktikan dengan melawan kelaliman.
Ketika Jampang berjalan di tepi sungai, dia mendengar suara seorang wanita menjerit ke arahnya. Rupanya, gadis ini hendak dinakali oleh seorang laki-laki bejat yang belakangan diketahui bernama Kepeng, anak buah Jabrig, jawara setempat. Dan, gadis yang hendak dinakali itu bernama Siti, anaknya Pak Sudin.
Segera, terjadi perkelahian antara Jampang dengan Kepeng. Pada akhirnya, Kepeng pun berhasil dikalahkan oleh Jampang dengan jurus-jurusnya. Setelah keadaan aman, Jampang mengantarkan Kepeng ke rumahnya, menemui orang tuanya, Pak Sudin. Pak Sudin kemudian mengantarkan Jampang ke rumah Haji Hasan untuk mengantarkan surat titipan Haji Baasyir.
Setelah bertemu dengan Haji Hasan dan surat itu dibuka, ternyata surat itu adalah anjuran dari Haji Baasyir agar kampungnya dilatih oleh pemuda ganteng pintar silat bernama Jampang. Hal ini untuk menertibkan keamanan di Kebayoran. Memang waktu itu, daerah-daerah pinggiran Betawi tidak aman. Haji Hasan pun menyetujui usulan tersebut. Dan mulai keesokan harinya, Jampang mengajari para pemuda setempat untuk belajar silat. [Kumpulan cerita rakyat Indonesia lainnya]
Kabar ini segera diketahui Kepeng, yang kemudin melapor kepada Jabrig. Jagoan-jagoan ini panas hati melihat Jampang mengajari anak-anak setempat silat. Karena itu, mereka berniat membuat onar. Datanglah mereka ke tempat latihan Jampang and friends, dan segera berbuat huru-hara. Namun, hal ini langsung ditangani Jampang. Sehingga, Jabrig and the gank tidak bisa berbuat apa-apa.
Sesudah mengalahkan jagoan kampung ini, Jampang merasa tugasnya sudah selesai. Dia sudah mengajari anak-anak Kebayoran dasar-dasar bela diri. Dia juga sudah menghajar jawara kampung supaya kapok mengganggu. Dia kemudian pamit kepada Haji Hasan.
*
Di kampung halaman, rupanya fitnah sudah menanti Jampang yang disebarkan oleh Gabus dan Subro - dua preman yang dikalahkan dulu. Jampang difitnah telah mencuri dua ekor kerbau milik Juragan Saud. Tampaknya mereka berdua ingin menjebloskan Jampang ke dalam penjara.
Jampang pun meminta petunjuk Haji Baasyir. Saran dari Haji Baasyir adalah menemui Juragan Saud dan menyadarkannya. Bukannya menuruti saran Haji Baasyir, Jampang justru punya pemikiran lain. Dia ingin memberi pelajaran kepada Juragan Saud. Di rumah Juragan Saud, Jampang mengambil kerbau dan barang-barang berharga. Kemudian membagi-bagikannya kepada masyarakat kecil yang membutuhkannya.
Hal ini jelas memicu kekesalan tersendiri di hati Juragan Saud, yang kemudian memanggil para opas untuk menangkap Jampang. Para opas lalu mencari Jampang. Ada yang menyebutkan Jampang telah berhasil ditembak. Tak ada bukti bahwa Jampang mati. Menurut cerita rakyat Indonesia yang berkembang, Jampang aman. Dia bahkan menikahi Siti, anak Pak Sudin yang pernah diselamatkannya dulu.
Tag :
Cerita Rakyat,
Jakarta
0 Komentar untuk "Cerita Rakyat Indonesia #127: Jampang, Jagoan Betawi"