Bukan Cerita Dongeng Anak – Kedasih, Si Burung Parasit

Halo, teman-teman apa kabarnya? Pada kesempatan kali ini, saya mau membagikan tulisan yang berada dalam kategori baru di blog ini, yakni: ilmu pengetahuan. Kali ini tema yang saya angkat tentang bukan cerita dongeng anak burung kedasih si burung parasit.

(Baca juga: Cerpen Anak – Rencana Terselubung Windi)


Ada yang tahu burung kedasih?

Jika kalian tidak mengenalnya, maka saya akan memberikan nama lain burung ini, yang banyak sekali. Mungkin salah satu diantara pernah kalian dengar.

Burung kedasih dikenal juga dengan nama burung wiwik kelabu (plaintive cuckoo, dalam bahasa Latin). Masyarakat Indonesia, secara umum, juga sering menyebut burung ini dengan nama burung darasih, kedasi, sirit uncuing, sit uncuing, tit tut tit, emprit gantil, dll – tergantung daerahnya.

Bahkan ada yang menyebut kedasih sebagai burung pembawa kabar kematian. Jika mendengar suara burung ini, maka daerah tersebut ada orang yang meninggal. Mitosnya begitu.

Tapi sekarang saya tidak ingin membahas soal itu. Saya ingin membahas tentang sifat / karakter yang dimiliki burung ini. Yang juga mengilhami saya memasukkannya ke dalam naskah buku cerita dongeng anak-anak bahasa Indonesia yang sedang saya kerjakan. Mudah-mudahan bisa selesai dalam waktu dekat, doakan!

(Baca: Cerita Anak – Sepeda Karnaval 17 Agustus)

Sifat yang dimiliki burung kedasih ini sangatlah buruk.

Burung kedasih jantan dan betina merupakan tipe burung yang tidak bisa (mau) mengasuh anak. Mereka bahkan menyerahkan tanggung jawab membesarkan anaknya kepada burung lain yang lebih kecil. Biasanya, pilihannya jatuh pada burung prenjak. Bisa juga burung lain seperti pleci, dll.

Jadi setelah kawin, si burung kedasih betina dan jantan berpisah. Kedasih betina lalu menyusup ke sarang yang akan dijadikan inang bagi telurnya.

Biar tidak tercurigai, kedasih memakan / menjatuhkan satu telur milik empunya sarang. Dia menaruh telur disitu, si pemilik sarang tidak curiga.

(Baca: Cerita Anak-anak – Kucing-kucing Ramdani)


Karena telur kedasih lebih cepat menetas dibanding telur burung lainnya, maka si anak kedasih segera melakukan insting naluriah macam induknya. Dia akan menjatuhkan telur-telur milik "ibu sambungnya". Sehingga dia bisa memonopoli fokus "ibu sambungnya" agar memberi makan hanya untuk dirinya.

Kedasih ini manjanya bukan main. Hampir tiap saat dia minta makan. Si "ibu sambung" yang tidak sadar bahwa anaknya bukanlah anaknya itu tetap memberikan pelayanan terbaik. Bolak-balik cari makanan apapun untuk diberikan.

Bahkan hingga si anak kedasih menjadi lebih besar dari tubuhnya sendiri.

Nantinya setelah kedasih sudah bisa terbang dan hidup mandiri, maka dia pun akan langsung pergi meninggalkan sarang “ibu sambungnya”. Benar-benar anak tidak tahu diuntung dan perlu dikutuk jadi batu bak cerita rakyat Malin Kundang.

Apa yang saya sampaikan ini bukan cerita dongeng anak binatang burung kedasih, melainkan fakta kehidupan salah satu burung. Membuktikan bahwa sifat culas / curang juga ada di kehidupan hewan.

Sampai jumpa lagi di artikel berikutnya, da-da-h.
0 Komentar untuk "Bukan Cerita Dongeng Anak – Kedasih, Si Burung Parasit"

Back To Top